lurik, kainlurik, lurik yogyakarta, kainlurik yogyakarta, dibyo lurik, lurik dibyo, kain-lurik.com

Semalam saya terdiam seketika saat membaca sms yang masuk sekitar jam 10 malam. Bunyinya : Innalillahi wainnailaihi rojjiun, telah berpulang kehadirat Allah : Bapak H. Dibyo Sumarto di krapyak.

Sosok bersahaja yang luar biasa itu hadir dalam kilasan-kilasan memori saya. Bagi saya Bapak H. Dibyo Sumarto layak disebut sang maestro tenun lurik. Dari tangan dingin beliaulah tenun ATBM (alat tenun bukan mesin)  telah menghasilkan berjuta-juta lembat kain tenun lurik yang halus dan indah.

Bersama beliau kita akan merasa damai, apalagi melihat senyumnya yang tak pernah pudar. Sosoknya bersahaja, dan alim. Tetapi kalau sedang berbicara tentang tenun,beliau akan sangat bersemangat.

Usaha tenun lurik beliau rintis sejak tahun 70 an. Dimulai sebagai buruh tenun dan buruh menjual kain tenun. Bersepeda keliling jogja sampai ke magelang dan solo entah sudah berapa tahun beliau lakukan. Sampai beliau putuskan untuk membuat usaha tenun sendiri. Saat ini bisa dibilang hanya Pak Dibyo dan “Lurik Kurnia” lah satu-satu nya yang tersisa dari kejayaan tenun lurik di Jogjakarta.

Saat ini pejuang-pejuang tenun bersama pak Dibyo melalui Lurik Kurnia hampir sebagian besar berusia lanjut atau tua. Sedikit generasi muda yang mau meneruskan budaya yang adi luhung ini.

Saat gempa bumi lalu, Lurik Kurnia sudah hampir tutup, dikarenakan hampir sebagian besar bangunannya runtuh dan rusak parah. Semangat, komitmen Pak Dibyo dan kepeduliaan berbagai pihaklah yang membuat Lurik Kurnia bisa bertahan. Pelan-pelan Lurik Kurnia mulai bangkit dan menatap masa depan.

Namun diantara semangat dan daya kerja yang luar biasa, Pak Dibyo telah berkali-kali masuk rumah sakit, bahkan dalam beberapa bulan terakhir beliau musti cuci darah secara rutin. Ini semua tidak menghalangi lelaki yang berusia sekitar 85 tahun ini untuk terus berkarya. Dan sampai Sang Maha Memiliki memberikan yang terbaik pada beliau, bersanding dengan Nya untuk bisa melihat generasi penerusnya bertahan untuk melestarikan tenun lurik.

Saya masih ingat kalimat beliau di suatu sore : “Saya mungkin tidak menangi (melihat) masanya generasi muda ini memiliki kebanggaan pada tenun, tetapi saat ini saya telah mencoba melakukan sesuatu. Pertahankan lurik ini dan jadikan kebanggaan dengan memakai atau membuatnya”.

Selamat jalan sang maestro….selamat jalan ayahanda…..selamat jalan kakek…selamat tidur panjang bersama kenangan indah kejayaan lurikmu….

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *