Berbicara tentang benda tradisional, sangatlah erat kaitannya dengan faham magic-religius, sebagaimana terlihat juga pada kain Lurik. Dari kenyataan sejarah, kepercayaan para leluhur, khususnya masyarakat Jawa didasarkan atas pandangan terdapatnya roh dan kekuatan magis yang berfungsi menjaga keselarasan, keseimbangan kehidupan di alam semesta ini. Begitu pula dengan lurik ini, dari mulai awal proses sampai pemakaian kain Lurik, ada beberapa nilai sakral atau pengharapan atas gejala sesuatu yg akan terjadi.
Dahulu untuk menenun jenis-jenis kain lurik tertentu, terdapat berbagai persyaratan dan kepercayaan, yang antara lain tergantung pada jenis corak serta pemakaian atau penggunaan kain lurik tersebut.
Berdasarkan kepercayaan yang hidup di kalangan masyarakat, antara lain masyarakat Jawa, sang surya atau matahari diperlukan untuk memberi kehidupan dan kesuburan pada alam semesta, termasuk manusia. Sehubungan dengan kepercayaan ini, untuk menenun lurik bertuah dan yang akan memberikan berkah kepada si pemakai, maka pengerjaannya hanya boleh dilaksanakan pada siang hari.
Ada pula kepercayaan, jika menenun lurik untuk seorang gadis remaja, agar sang gadis mudah mendapatkan jodoh serta perkawinannya diberikan keturunan, penuh kebahagiaan, dan juga langgeng, maka si penenun harus memiliki beberapa persyaratan dan menghindari berbagai pantangan. Sebelum mulai dengan pekerjaannya, adakalanya si penenun harus berpuasa terlebih dahulu.
Yang demikian itu hanyalah beberapa contoh tentang lurik berikut kepercayaannya. Dan mungkin masih banyak lagi kepercayaan-kepercayaan sakral yang banyak dilakukan oleh orang-orang terdahulu yang erat kaitannya dengan kain lurik ini. Ada yang dapat ditarik kesimpulan dari kain Lurik ini, bahwasannya lurik ini dihidupkan tak lepas kaitannya dengan konsep keberkahan yakni keberkahan bagi pengrajin maupun juga pemakainya.
(Jussy Rizal, 21 April 2012)
Sumber: LURIK, The Magic Stripes, Nian S. Djoemena